Dari teori menuju aksi.....dari aksi menuju kedamaian sejati...!!!

Senin, 27 Juni 2011

Sastra, Pendidikan Islam dan Koleralisinya


oleh Jhon Ukons Territorial
(mahasiswa fakultas adab uin sunan kalijaga jogjakarta,tulisan ini di ambil dari blog beliau di http://ukonpurkonudin.blogspot.com/2011/05/sastra-pendidikan-islam-dan.html)

I. Pendahuluan

Sastra merupakan sesuatu bentuk karya manusia yang mempunyai nilai estetis dan terlahir dari imajinitas pikiran sang proses kreatif karya itu sendiri. Sastra selalu dibenturkan dengan pemikiran imajinatif, dunia maya, ilusi, kebohongan, bahkan ada yang mengklaim pembodohan. Terlebih lagi dalam dunia pendidikan sastra selalu diklaim sebagai ilmu yang tidak ilmiah karena bergantung pada intuisi dan perasaan terlebih lagi teori, metode dan pendekataannya belum matang bahkan lebih ekstrim lagi tidak ilmiah dan tak jelas. Banyak sekali faktor yang melatarbelakangi sastra sebagai ilmu yang belum mapan karena diklaim sebagai pembodohan dan tak ada gunanya.

Anggapan miring diatas tentang sastra merupakan klaim temporal yang sifatnya memfonis dan menjustisifikasi secara sepihak bahwa sastra tidak mempunyai peran penting sama sekali dalam membangun tatanan social masyarakat dan peradaban umat. Dalam majalah, Koran atau laman berita lainnya, sastra hanya dijadikan suplemen dan pelengkap saja atau hanya sebagi sarana hiburan yang fungsinya hanya sebatas untuk memenuhi laman berita atau Koran tersebut. Klaim miring itu semua tidak bisa di benarkan begitu saja karena pada dasarnya sastra merupakan suatu ilmu yang telah mengakar dari nenek moyang kita yang diwariskan dari generasi kegenerasi. Dari segi historisnya sastra dijadikan metode dan sarana untuk mendidik dan membina prilaku umat

Pada paper ini penulis akan membahas peran dan fungsi sastra dalam pada dunia pendidikan islam dan melacak akar historisitasnya sehingga sastra dan pendidikan islam mempunyai alur yang sama dalam menciptakan manusia terdidik dalam tatanan social masyarakat dan terlebih lagi sebagai pencipta peradaban.

II. Pembahasan

1. Sastra Peran dan Fungsinya

Sastra merupakan disiplin ilmu yang sudah mengakar sejak zaman Yunani kuno seperti puitica karyanya aristotoles, homerus dan kritik sastranya julius cesar pada masa bangsa romawi. Dalam perkembangannya ilmu sastra mengalami keterpurukan, kemerosotan dan hanya menjadi suplemen pelengkap dalam ilmu-ilmu moderen sekarang ini. Ilmu sastra kalah saing dengan ilmu sosial atau saint karena sastra dianggap tidak ilmiah dan tidak mempunyai metode penelitian yang jelas dan selalu disampingkan karena tidak mempunuyai sumbangsih yang jelas terhadap perkembangan keilmuan moden. Semua anggapan yang negatif diatas sudah hilang setelah berakhirnya masa modern. pada masa postmodern ataupun dalam periodesasi sastra lebih dikenal dengan masa struktural pada masa poststruktural. Pada masa struktural sastra sangatlah kaku dan selalu dibenturkan dengan struktur otonomi sastra itu sendiri, sastra tidak menerima pengaruh dan bantuan dari ilmu lain karena keotonomannya yakni seni untuk seni (fan lil fan). Sedangkan pada masa poststruktural sastra tidalah kaku dan monoton yang selalu dikaitkan dengan estetika atau seni itu sendiri, pada masa ini terdapoat pergeseran paradigma dan banyak sekali sentuhan dan pengaruh dari ilmu lain sehingga tidak ada sekat pemisash antara sastra dan ilmu-ilmu modern saat ini. Ketika bersentuhan dengan ilmu-ilmu sosial maka lahirlah sosiologi sastra, ketika bersentuhan dengan kejiwaan manusia maka lahirlah pskologi sastra, ketika bersentuhan dengan ilmu budaya maka lahirlah antropologi sastra dan yang lainnya.

Sastra merupakan disiplin ilmu yang ilmiah dan mempunyai metode yang jelas. Ada tiga muatan sifat dasar dalam sastra yang harus dipenuhi sebagai karya yang mempunyai nilai tinggi dalam tatanan sosial dan relevansinya dalam kehidupan masyarakat, yakni muatan estetis, etis dan logis. Tiga aspek ini merupakan trilogi keilmuan yang indah, baik dan benar. pada masa pertengahan eropa yang pada umumnya sastralah yang tersubordinasikan terhadap etika dan logika, artinya segala sesuatu benda dikatakan indah apabila juga mengandung nilai etika dan logika.1

Secara etimologis kata sastra berasal dari bahasa sansekerta, dibentuk dari akar kata sas- yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran –tra yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk. Secara harfiah kata sastra berarti huruf, tulisan atau karangan. Kata sastra ini kemudian diberi imbuhan su- (dari bahasa Jawa) yang berarti baik atau indah, yakni baik isinya dan indah bahasanya. Selanjutnya, kata susastra diberi imbuhan gabungan ke-an sehingga menjadi kesusastraan yang berarti nilai hal atau tentang buku-buku yang baik isinya dan indah bahasanya.sedangkan dalam bahasa inggris berasal dari kata letter, jerman letterich, belanda letterkunde, francis litterature semuanya mengacu pada bahasa latin lettera yang mempunyai makna huruf atau tulisan dan yang selalu dikaitkan dengan gramatika atau susunan bahasa. Sedangkan dalam bahasa arab mempunyai makna adab. sedangkan kata adab sendiri mempunyai arti Akhlak atau budi pekerti dan mencakup makna memberikan pendidikan atau pelajaran, begitu juga pada. Ini dinisbatkan dari sabda Rasuluallah SAW:

أدبنى ربى فأحسن تأديبى

Artinya: Tuhanku telah mendidik akhlaku sehingga ahlakku menjadi baik.

Sedangkan menurut para ahli secara terminologi sastra didefinisikan sebagai berikut;
Mursal Esten, menyatakan sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan). Suyitno, Sastra adalah sesuatu karya yang imajinatif, fiktif dan inventif juga harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan. .Damono, mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang- seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.
Melihat dari semua definisi yang ada sastra merupakan sebuah alat atau metode untuk mendidik. Baik itu sifatnya mengarahkan dan memberi petunjuk manusia yang tertuang dalam karya-karya baik itu tulisan seperti nopel, puisi, cerpen, lisan orasi pidato, dan gerak seperti drama atau film.

2. Pendidikan Islam Peran dan Fungsinya.

Hakikat pendidikan islam dapat ditelusuri dari tiga padanan kata bahasa arab yakni sebagai berikut:

1. Tarbiyah

Dalam pendidikan islam kata pendidikan lazim digunakan kata tarbiyah. Kata tarbiyah sendiri mem punyai tiga padanan kata yakni kata raba, rabiya dan rabba. Kata raba –yarbu, dengan arti nama yanmu yang berarti bertambah; tumbuh menjadi besar. Kata rabiya-yarba dengan wazan khafia-yakhfa artinya naik, menjadi besar atau dewasa, tumbuh dan berkembang. Kata rabba yarubbu dengan arti aslahahu (memperbaikinya), tawalla amrahu (mengurusi perkaranya, bertanggung jawab atasnya). Menurut shah ali kata rabba memiliki arti makna yang banyak yakni mendidik, merawat, memimpin mengumpulkan,menjaga, memperbaiki, mengembangkan dan sebagainya. Sedangkan menurut kamus lisan arab kata tarbiyah berarti bertambah dan berkembang. Yang mempunyai dua pengertian; (1) menumbuhkan tiga fungsi yang berkaitan dengan fungsi fisik, funsi akal dan budi pekerti supaya sampai pada tingkat kesempurnaan dengan cara pelatihan dan pendidikan. (2) suatu ilmu yamng membahas tentang dasar-dasar pertumbuhan tiga fungsi ini metode-metodenya dan praktik praktik vmendasar serta tujuan-tujuan penting. Daim memberi simpulan atas makana kata tarbiyah dari para linguistik arab yakni merawat dan memperhatikan pertumbuhan anak sehingga anak tersebut tumbuh sempurna sebagaimana yang lainnya yaitu sebuah kesempurnaan dalam setiap dimensi dirinya, badan, roh, akal, kehendak dan sebagainya.2

2 . Ta’lim

Taklim merupakan istilah yang sering digunakan dalam pendidikan islam. Dalam sejarah pemdidikan islam terma mualimin sering digunakan dalam itilah pendidikan bahkan ada kitab klsik yang membahas segi pembelajaran dan pendidikan dengan nama kitab ta’limuta’lim. Kata ta’lim menurut konsep pendidikan islam lebih luas jangkauannya dan mempunyai peran yang global dibandingkan dengan kata tarbiyah sendiri. Hal itu dapat dilihat bahwa rasululah saw diutus sebagai mualimin (pendidik) sperti firman allah dalam al quran yang artinya;

"Sebagaimanan (kami telah menyempurnakan nikmat kmi kepadamu). Kami telah mengutus kepadamu rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan (taklim) kepadamu alkitab dan al-hikmah serta mengajarkan kepada kamu apa yang kamu belum ketahui" (qs. Al-baqoroh. 2-151).

Jalal memberi alasanb bahwa proses taklim lebih luas n yakni sebagi berikut:
Pertama, ketika rasululah mengajarkan baga al-quran kepada kaum muslimin itu tidak terbatas hnya kepada pelajaran membaca saja, akan tetpiu membaca dengan proses perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian tanggungjawab, penanaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri dqari segala kotoran, menjadikan dirinya siap dalam kondisi menerima hikmah dan mempelajari segala sesuatru yang belum diketahuinya dan yang berguna baginya. Hikmah tidak bisa dipelajari secara parsialdan sederhana mewlaionkan mencagup totalitas ilmu secara integratif. Karena kata hikmah sendiri berakar dari kata ihkam yang berarti kesungguhan dalam memperoleh ilmu amal, perkataan, keyakinan dan sebagainya.3
Kedua, kata taklim tidak hanya berhenti pada pencapaian pengetahuan berdasarkan prasangka atau yang lahir dari taklid buta semata ataupun pengetahuian yang lahir dari dongengan khayal dan shahwat atau cerita-cerita dusta. Seperti piraman allah dalam (QS al- Baqorah 2;78)
Ketiga kata taklim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan kterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman prilaku yang baik. (QS. Yunus . 10;5)

2. Takdib

Attas menawarkan satu istilah lain dalam pendidikan islam, dalam keseluruhan esensinya yang fundamental yakni kata takdib. Istilahy ini mencakup istilah unsur-unsur ilmu pengetahuaan(i’lm), pengajaran(ta’lim), dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Istilah takdib dapat mencakup beberapa aspek yang menjadi hakekat pendidikan yang saling berkail seperti ilm, adl, kikmah, amal, haqq , naq, nafs, asl, salb, maratih, dan adab. Dengan mengacu kata adb dan kaitannya seperti diatas defenisi pendidikan menurut al attas ialah sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatuy didalam tatanan penciptaan sedemikiaan rupa, sehingga hal ini membimbing kearah pengenalan dan pengakuaan tempat tuhan yang tepat didalam tatanan wujud dan kepribadiaan.4

3. Kolerasi Sastra dan Pendidikan Islam; Sebuah Tinjauan Historis

Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas sastra merupakan alat untuk mendidik, mengarahkan dan menunjukan terhadap segala hal. Sedangkan pendidikan sendiri merupakan proses pembelajaran untuk mengembangkan, meningkatkan kemampuan dan segala potensi yang ada dalam diri kita supaya menjadi manusia yang bermanfaat. Pendidikan adalah system yang didalamnya terdapat banyak proses pembelajaran bagi kita manusia yang selalu ingin berkembang dan mempunyai manfaat pada sesamanya. Sedangkan sastra merupakan salah satu metode dalam pendidikan dan dijadikalan alat untuk mengarahkan manusia untuk menjadi insane yang terdidik. Disamping itu sastra juga dapat menjadi sarana dan medium yang massif bagi pendidikan untuk menyerukan dan mengkomunikasikan segala sesuatu yang disampaikan pendidik kepada pihak terdidik.

Metode pendidkan sastra dalam pendidkan global mempunya nilai plus karena bahasa sastra dan pola komunikasi yang di bangun memiliki nilai estetis. Nilai estetis inilah yang terkadang tidak dimiliki oleh cabang pendidikan atau pendidikan lain termasuk ilmu pengetahuan, agama dan filsafat. Disamping itu ada muatan nilai logis yang semata-mata sastra itu bukanlah hal fiktif yang tidak ilmiah yang selalu dibenturkan dengan imajinitas yang tidak rill akan tetapi dari situlah kelebihan sastra bermula dari imajinasi yang tidak riil bisa meleburkan diri dengan realita dan ilmu pengetahuan yang ada sehingga bias ditangkap oleh rasio dan kemampuan akal kita. Dan muatan yang terakhir adalah muatan etis, sastra menjadi sarana yang tepat bagi pendidikan karena didalamnya selalu membicarakan dan mendakwahkan etika yang baik, moral,budi pekerti dan prilaku yang baik dalam kehidupan masyarakat baik itu dalam novel, cerpen , drama dan media lainnya. Tiga aspek ini merupakan trilogi keilmuan yang indah, baik dan benar sebagai metode yang massif bagi pendidikan itu sendiri.

Dalam segi historisnya bangsa arab dan islam mempunyai perhatian besar terhadap sastra dan pendidikan itu sendiri. Terbukti pada masa jahiliah yang memiliki akar tradisi berpuisi kuat yang menjadikan cerminan hidup mereka dan diwanul arab. Puisi juga menjadi catatan orisinilitas bagi peradaban bangsa arab dan islam ketika melihat sejarah dan kebesaran mereka dimasa lampau. Terbukti ada sepuluh penyair mualaqot yang melegenda dan pada syair-syairnya tersebut syarat akan pendidikan dan moralitas menyeru pada kebaikan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas pada masa Islam yakni pada masa Rasululah SAW, Khulafaurashidin dan sampai pada Dinasti Ummayyah. Kata sastra (adab) dijadikan label dalam memaknai pendidikan itu sendiri yang dicerminkan pada Akhlak atau budi pekerti dan mencakup makna memberikan pendidikan atau pelajaran, begitu juga pada masa Khulaurashidin sampai masa Dinasti Ummayyah. Hal Ini dinisbatkan dari sabda Rasuluallah SAW:5

أدبنى ربى فأحسن تأديبى

Artinya: Tuhanku telah mendidik akhlaku sehingga ahlakku menjadi baik.
Selanjutnya riwayat lain menyatakan:

اء ن هذا القران مأدبة الله فى الأرض فتعلموا من مأدبته

Sesungguhnya al-Quran merupakan sumber peradaban Allah di muka bumi ini, oleh karena itu belajarlah kalian pada sumber peradabannya.

Dari hadist diatas sudah jelas bahwa Al-Quran merupakan sumber peradabaan Islam yang menekankan pada aspek pengajaran moralitas. Perlu di ingat bahwa diutusnya nabi itu sebagai makarimal akhlak dan sudah jadi tugas beliau untuk memberikan pelajaran/ pendidikan akhlak yang baik mengingat tabia’at akhlak pada masa jahili itu kasar, keras suka menghina dan saling memeperolok tiap individu satu sama lain, bahkan tiap kelompok/kabilah saling mengejek maka pada masa itu ada puisi hija’ khusus untuk mengejek kaum ke kaum lewat perwakilan penyair tiap kaum (kabilah) tidak sedikit berakhir ricuh dan perang antar kabilah ada juga puisi Fakher yang membanggakan/menyombongkan diri atau kabilahnya tadi terhadap yang lainnya. Maka dari itulah Islam melalui risalah nubuwah memperbaiki, meluruskannya pada jalan yang benar dan Al-Quran dengan Al-Hadist dipandang sebagai kritik sosial terhadap kebudayaan jahili yang mempunyai nilai kebudayaan tinggi.

Masa jahili bukanlah masa yang bodoh seperti kita kira. Kata jahili merupakan gelar/kata yang dinisbatkan dan diberikan kepada orang-orang Arab terdahulu sebelum datangnya Islam oleh Rasululah SAW yang mempunyai pringai/budi pekerti yang buruk. Pada masa ini sudah tumbuh kebudayaan yang tinggi yakni tradisi bersyairnya orang Arab. Syair pada masa ini menjadi ilmu pengetahuaan bahkan hukum bagi kehidupan mereka. Setiap setahun sekali diadakan perlombaan membaca syair di pasar ukadz yang di ketuai sekaligus jadi dewan juri disana oleh penyair jahili kondang yang bernama Nabigoh Adzibyani. Orang yang menang dalam perlombaan membaca dan menulis puisi ini, syairnya akan digantung di dinding ka’bah yang disebut Mua’llaqot dan mendapatkan penghormatan yang besar dari setiap orang, kabilah-kabilah ataupun semua lapisan masyarakat yang ada pada umumnya. Tidak hanya itu syairnya akan ditulis dengan tinta emas yang disebut muzahabah. Besar sekali minat bangsa Arab jahili pada syair sehingga ada yang berpendapat bahwa syair merupakan rekaman sejarah bangsa Arab, ini berarti betapa pentingnya syair pada masa itu, sehingga bukti sejarah mereka didapati dari syair-syair dan mereka mempunya peradaban yang tinggi pada masa itu.

Pada masa Khulafaurashidin khalifah Umar bin Khatab pernah berkata kepada anaknya: wahai anakku nisbatkanlah (hubungan silsilah keluargamu) dan hafalkanlah syair-syair indah niscaya lembutlah budi pekertimu. Pada masa Ummayyah kata adab menjadi mempunyai makna pengajaran yang baik melalui puisi-puisi Arab, Khutbah ( pidato ataupun orasi) juga seni menulis surat menyurat (Marosil) dalam tatanan administrasi nantinya, tetapi puisi masih yang menjadi perhatiaan utama, penting ataupun pusat/sentral terbesar dalam peradaban seperti perkataan Muawiyyah bin Abi Sofyan berkata: jadikanlah puisi (syair) oleh kalian sebagai pusat perhatiaan terbesar dan sebagai budi pekerti kalian sesungguhnya di dalamnya terdapat peninggalan dari para leluhur kalian dan tempat-tempat kalian mencari bimbingan.

4. Benang merah sastra dan pendidikan

Pendidikan (tarbiyah, ta’lim dan takdib) dan sastra (adab) dalam historisitas dan perkembangannya mempunyai peran penting dalam membangun pilar peradaban itu sendiri. sastra bias di maknai pendidikan begitu juga sebaliknya pendidikan sendiri bias dimaknai sastra/adab karena keduanya mempunyai peran yang sama. Kata Pendidikan (tarbiyah, ta’lim dan takdib) dan sastra (adab) mempunyai benang merah pada kata adab itu sendiri di mana keduanya bekerja sama menciptakan tatanan social dan masyarakat yang baik dalam peradaban yang paripurna.

Kata adab sendiri mempunyai banyak padanan kata dan sulit bsekali mencari padanan katanya yang sesuai.kata adab mempunyai makana madaniyah (civilization), hadlarah (peradaban), tsaqofah (kebudayaan). Turats (tradisi) dan fikr (pemikiran). Kelima istilah diatas memiliki arti yang saling tumpang tindih tetapi dengan tingkat spesifikasi dan generalitas yang berbeda. Madaniayah adalah kata yang general mencakup hadlarah (peradaban), tsaqofah (kebudayaan). Turats (tradisi) kesenian, kesusastraan, ilmu pengetahuaan gaya hidup personal dan komunal. Sedangkan hadlarah mempunyai tingkat generalitas dibawah madaniyah, sebab ia hanya mencakup aktivitas akal budi pekerti atau pemikiran-pemikaran yang menjadi basis produk material. Sedangkan tsaqofah lebih spesifik karena hanya terpokus pada sisi pemikiran dalam hadlarah baik pada tatanan teoritis maupun praktis,. Adapun turats menunjukan pada produk hadlarah (peradaban) dibidang pemikiran, kesusastraan kesenian termasuk diantaranya adalah tradisi rakyat. Dan fikr merujuk pada dimensi teoritis pemikiran dalam tsaqofah (kebudayaan).6

III. Simpulan

Sastra dalam relita sebenarnya bukanlah sebuah disiplin ilmu yang kosong dan tidak mempunyai sumbangsih terhadap kemajuan umat. Sastra merupakan alat dan metode yang massif dalam pendidikan islam sebagi seruan moral yang estetis yang menyentuh kedasar sanubari manusia. Sastra merupakan dokumen sejarah yang menceritakan peradaban masa lampau dan kejayaan nenek moyang kita masa lampau yang bisa dijadikan pelajaran dan refleksi bagi kita untuk di implementasikan saat ini. Pada masanya sastra merupakan pendidikan itu sendiri karena didalamnya termuat trilogi keilmuan yang indah, baik dan benar yakni muatan estetis, muatan etis dan logis.

Sastra merupakan sarana komunikasi dan medium yang massif dagi pendidikan itu sendiri karena komunikasi dan medium yang digunakan banyak sekali tidak terpaku pada satu teori yang kaku yang pastinya metode sastra dalam dunia pendidikan bisa masuk kedalam berbagai lapisan yang ada pada masyarakat dan sastra tidak mengenal strata social ataupun kelas dalam tatanan masyarakat itu sendiri disamping sebagai alat mendidik sastra juga bisa menjadi aouto kritik kehidupan social masyarakat.

Daftar Pustaka
Ali Al-Mudhar, Yunus dan H Bey, Arifin. 1983. Sejarah Kesustraan Arab, Surabaya: PT Bina Ilmu.
Bunyamin Bahrum. 2003. Sastra Arab Jahili (Pra Islam), Terjemahan; Al-Adab Al-Arabiyah Al-Jahiliyah. Yogyakarta: Abad Perss.
Hanafi, Hasan. 2000. Oksidentalisme; sikap kita terhadap Barat. Jakarta: Paramadina
H. Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN Malang Press.
Ratna, Nyoman Khuta,2007. Estetika; sastra dan budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siregar, Maragustam, 2010. Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera.
Zainula’bidin, Abdul Qadir. 1979. Mudzakirah fi Tarihi Al-Adabi Al-Arabi. Kuala lumpur Malaysia:
catatan kaki;
1 Ratna, Nyoman Khuta,2007. Estetika; Sastra dan Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.hal 152
2 Maragustam Siregar, 2010. Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera. Hal 21-22
3 Maragustam Siregar, ibid hal 24
4 Maragustam Siregar, ibid hal 27
5 Bunyamin Bahrum. 2003. Sastra Arab Jahili (Pra Islam), Terjemahan; Al-Adab Al-Arabiyah Al-Jahiliyah. Yogyakarta: Abad Perss.
6 Hasan Hanafi. 2000. Oksidentalisme; sikap kita terhadap Barat. Jakarta: Paramadina hal 130-131

Tidak ada komentar:

Posting Komentar